Kadinkes Kerinci Diduga Sengaja Pendistribusian Obat Nyaris Kedaluwarsa, Bahayakan Pasien!

Daerah, Kerinci246 Views

JAMBICYBER.ID, KERINCI — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kerinci diterjang badai dugaan penyalahgunaan wewenang dan potensi kerugian negara yang fatal. Hermendizal, Kepala Dinkes Kerinci, menjadi pusat kontroversi setelah terungkap membenarkan kebijakan distribusi obat ke Puskesmas yang mendekati masa expired (kedaluwarsa), sebuah praktik yang disinyalir sebagai upaya “cuci gudang” obat murah dengan masa pakai kritis.

Temuan investigasi lapangan mengungkap fakta mencengangkan, pasien di Puskesmas pada Agustus 2025 menerima obat dengan batas kedaluwarsa hanya Oktober 2025.

Sisa waktu dua bulan ini jauh di bawah standar minimal shelf life (masa simpan) yang disyaratkan dalam pengadaan obat publik, yang umumnya mewajibkan sisa masa simpan minimal 12 hingga 18 bulan.

Praktik ini memunculkan kecurigaan kuat terhadap motif penghematan curang dengan membeli obat sisa/murah, yang lantas mengorbankan keselamatan pasien.

Alih-alih membantah temuan krusial tersebut, Hermendizal justru mengeluarkan pernyataan yang menguatkan dugaan buruk.

“Untuk pendistribusian ke puskesmas memang kami distribusikan obat yang mendekati masa expired,” ujar Hermendizal, Senin (27/10).

Meskipun ia berusaha berlindung dengan menyebut pengadaan dilakukan 18 bulan dan sesuai E-Katalog, pengakuannya tentang distribusi obat yang mendekati expired adalah sebuah bom waktu medis dan hukum.

Mengapa ini kritis? Mendistribusikan obat dengan sisa masa pakai dua bulan secara efektif membuat Puskesmas dalam posisi dilematis, harus menghabiskan obat tersebut dalam waktu singkat mendorong praktik pemakaian obat yang tidak rasional atau menanggung risiko obat kedaluwarsa terbuang dan berpotensi menciderai pasien.

Puncaknya, saat wartawan mencoba mengonfirmasi terkait dugaan telah melanggar aturan atau undang-undang yang berlaku dipertanyakan, Kepala Dinkes Hermendizal memilih cara yang paling mencurigakan, ia mendadak menghapus riwayat chat WhatsApp konfirmasi!

Tindakan tersebut, yang diikuti dengan balasan normatif dan terkesan defensif, yakni, “Iya kita tetap berpedoman dan melaksanakan Pengelolaan Obat sesuai Permenkes Nomor 74 Tahun 2016,” justru menimbulkan pertanyaan lebih besar. Apa yang berusaha disembunyikan oleh Kepala Dinkes?

Distribusi obat yang nyaris kedaluwarsa tidak hanya melanggar etika pelayanan kesehatan, tetapi juga melabrak regulasi BPOM dan Surat Edaran Kementerian Kesehatan mengenai jaminan mutu dan shelf life obat.

Secara hukum, obat yang tidak memenuhi standar keamanan dan khasiat dapat dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 hingga 15 tahun dan denda miliaran rupiah.

Praktik pengadaan obat dengan diskon besar karena sisa masa pakai yang singkat seringkali menjadi modus operandi tindak pidana korupsi di sektor kesehatan, di mana selisih harga dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi, sementara kerugian ditanggung oleh anggaran negara (pemusnahan) dan, yang terpenting, kesehatan masyarakat.

Pemerintah Provinsi Jambi, aparat penegak hukum, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) wajib segera turun tangan melakukan audit forensik terhadap E-Katalog dan dokumen pengadaan Dinkes Kerinci.

Kenyataan bahwa pasien dijatah obat yang tinggal menghitung hari menuju kedaluwarsa adalah bukti nyata kegagalan manajemen dan potensi tindak pidana yang mengancam hak dasar masyarakat atas pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu. Hermendizal kini berada di ujung tanduk antara pertanggungjawaban publik atau jerat hukum. (red/feng)

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *