JAMBICYBER.ID, SUNGAI PENUH – Peluncuran program Kuliah Kerja Nyata (Kukerta) STIA Nusa Sakti menjadi lebih dari sekadar agenda akademik. Acara tersebut berubah menjadi panggung bagi sebuah seruan ganda yang kuat dalam sebuah panggilan untuk mahasiswa menyelamatkan lingkungan yang kian kritis, dan sebuah peringatan tajam untuk menyatukan kembali internal kampus yang terancam retak pasca-kompetisi politik.
Kegiatan yang dibuka secara resmi oleh Plt Ketua STIA Nusa Sakti, H. Mhd. Ikhsan, SE., MM, awalnya berfokus pada peran vital mahasiswa dalam menjawab krisis nyata di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci.
Ikhsan memaparkan tantangan besar di depan mata: mulai dari darurat sampah, degradasi hulu sungai, potensi ekonomi bambu betung yang sia-sia, hingga kasus stunting.
“Perguruan tinggi tidak boleh lagi menjadi menara gading, tapi harus menjadi menara suar yang memberi arah,” tegas Ikhsan, pada Senin (11/8/2025).
Program Kukerta ini adalah jawaban kita, sebuah gerakan kolektif untuk mengubah teori menjadi aksi nyata di tengah masyarakat.
Namun, di tengah pidato visioner tersebut, Ikhsan melakukan manuver tak terduga. Dengan nada yang tak kalah tegas, ia mengalihkan fokus ke dalam rumah sendiri, menyinggung secara blak-blakan dinamika internal pasca pemilihan Ketua STIA.
Menggunakan metafora yang kuat, ia mengibaratkan soliditas kampus dengan rumpun bambu betung yang kokoh.
“Pohon bambu betung itu kuat bukan karena batangnya berdiri sendiri-sendiri, melainkan karena akarnya saling mengikat di bawah tanah!” serunya.
Jangan sampai setelah pemilihan, akar-akar itu terputus oleh ego dan kepentingan kelompok. Kita adalah satu rumpun, satu kampus, satu misi.
Pernyataan ini sontak memberikan bobot baru pada acara tersebut, mengisyaratkan adanya pekerjaan rumah yang mendesak untuk merajut kembali persatuan.
Ikhsan secara terbuka mengajak seluruh civitas akademika untuk menanggalkan sekat-sekat demi kepentingan lembaga yang lebih besar.
Pada puncaknya, Ikhsan secara brilian menyatukan kedua isu tersebut menjadi satu kesatuan amanah.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan misi di luar mengatasi sampah, stunting, dan kerusakan lingkungan tidak akan tercapai tanpa kekuatan dari dalam. Soliditas internal menjadi prasyarat mutlak bagi keberhasilan pengabdian eksternal.
“Menjaga lingkungan dan menjaga persatuan kampus adalah dua sisi dari mata uang yang sama, amanah yang tidak boleh kita khianati,” pungkasnya.
Dengan demikian, pembukaan Kukerta STIA Nusa Sakti tahun ini bukan hanya melepas mahasiswa ke lapangan, tetapi juga menjadi momen refleksi dan ujian karakter bagi institusi itu sendiri: sebuah pengingat bahwa untuk menjadi menara suar bagi masyarakat, fondasi dan akar di dalam harus kokoh tak tergoyahkan.
Editor: Mr.Ki






