JAMBICYBER.ID, SUNGAI PENUH – Kepala Puskesmas Rawang, Romi, angkat bicara menepis empat isu miring yang mendera instansinya. Mulai dari dugaan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif, keterlambatan pembayaran insentif, pemotongan uang jaga Unit Gawat Darurat (UGD), hingga tudingan rekomendasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) salah sasaran.
Penjelasan ini disampaikan Romi pada Jumat (24/10) menyusul ramainya perbincangan di kalangan internal dan publik terkait dugaan penyimpangan di Puskesmas tersebut.
Romi mengklaim bahwa sebagian besar insentif telah dibayarkan dan menolak keras dugaan penyelewengan dana.
“Kami telah mencairkan insentif Juli dan Agustus, yang belum itu cuma November dan Oktober,” ujar Romi, Senin (27/10).
Ia juga memberikan klarifikasi atas isu tunggakan insentif yang kabarnya belum dibayar sejak Juli hingga September. Klarifikasi ini justru memunculkan pertanyaan baru mengenai bulan yang seharusnya belum dibayar.
Terkait dugaan SPJ fiktif yang menjadi sorotan, Romi mempersilakan pihak-pihak terkait untuk melakukan pemeriksaan.
“Terkait SPJ fiktif, bisa di cek SPJ di setiap pengajuan. InsyaAllah tidak ada yang saya fiktifkan,” tegasnya.
Isu lain yang tak kalah sensitif adalah dugaan pemotongan insentif jaga UGD, yang dikabarkan turun drastis dari Rp1 juta menjadi hanya Rp100 ribu. Romi memberikan penjelasan yang mengindikasikan adanya perubahan skema pembagian, bukan pemotongan.
“Untuk insentif uang jaga tidak ada pemotongannya. Tergantung yang piket, dan di hitung per shift Rp50 ribu, serta kami bagi menjadi dua shift siang dan malam,” jelasnya.
Dengan skema dua shift per hari dan upah Rp50 ribu per shift, total harian insentif jaga adalah Rp100 ribu. Penjelasan ini mengklarifikasi perbedaan angka Rp1 juta yang beredar.
Terakhir, Romi menanggapi dugaan rekomendasi PPPK yang disebut salah sasaran. Dia memastikan proses tersebut telah berjalan sesuai peruntukannya.
“Kalau PPPK tidak ada salah rekomendasi, dan semua sudah sesuai peruntukannya,” tutup Romi, mencoba meredam spekulasi tentang praktik nepotisme atau ketidaksesuaian kualifikasi dalam proses rekomendasi tenaga kesehatan di Puskesmas yang dipimpinnya. (***)






