JAMBICYBER.ID, JAMBI – Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh tengah menjadi sorotan tajam atas pelaksanaan program bedah rumah gratis yang digagas Pemerintah Provinsi Jambi.
Alih-alih menjadi solusi nyata bagi warga kurang mampu, program tersebut justru menimbulkan tanya besar terkait keadilan distribusi kuota yang dinilai paling minim dibanding daerah lain di Provinsi Jambi.
Ketimpangan kuota bedah rumah ini mengundang kekecewaan luas di kalangan masyarakat Kerinci dan Sungai Penuh.
Namun yang lebih memprihatinkan, sikap dingin dan bungkam dari sebagian besar anggota DPRD Provinsi Jambi yang mewakili daerah ini menambah parah situasi. Dari enam anggota legislatif Dapil Kerinci-Sungai Penuh, empat di antaranya memilih menghindar dan tidak memberikan tanggapan apapun atas pertanyaan terkait ketimpangan ini.
“Salah satu wakil rakyat yang duduk di Komisi III, yang mestinya menangani isu kesejahteraan masyarakat, malah tidak merespon sama sekali,” ungkap Dendi, Minggu (10/8/2025).
Sikap apatis ini dinilai sangat disayangkan, bahkan memicu pertanyaan besar tentang komitmen para wakil rakyat terhadap masyarakat yang memilih mereka.
“Mereka seharusnya menjadi jembatan aspirasi dan pengawal hak-hak warga, bukan justru bungkam dan absen dalam isu yang krusial ini,” tambah Dendi.
Ketiadaan suara DPRD di tengah persoalan serius seperti ini bukan hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga berpotensi memperparah ketimpangan pembangunan di wilayah yang jelas membutuhkan perhatian ekstra.
Dendi menegaskan bahwa kejelasan dan keadilan dalam distribusi program sosial harus ditegakkan tanpa pengecualian.
Yang semakin memperjelas kegaduhan ini adalah pernyataan salah satu anggota DPRD Provinsi Jambi dari wilayah Kerinci-Sungai Penuh yang secara terang-terangan mengaku bahwa persoalan bedah rumah bukanlah bagian dari komisinya.
“Sekarang bukan perkara itu bukan komisi saya,” katanya.
Pernyataan ini tentu menimbulkan tanda tanya: Jika bukan komisinya, lalu siapa yang bertanggung jawab?
“Seluruh anggota DPRD Dapil Kerinci-Sungai Penuh harus kompak memperjuangkan hak masyarakat, meski berada di komisi berbeda. Mereka dipilih oleh rakyat, maka pertanggungjawaban harus nyata,” tegas Dendi.
Polemik ini membuka ruang diskusi lebih luas tentang transparansi dan akuntabilitas program sosial pemerintah daerah.
Apakah program bedah rumah ini benar-benar berorientasi membantu masyarakat yang paling membutuhkan, atau justru menjadi alat politik tanpa keadilan distribusi? Masyarakat menuntut jawaban, bukan diam dalam ketidakjelasan.
Waktunya para pemangku kebijakan berhenti bersembunyi di balik komisi dan posisi, serta mulai menjalankan fungsi mereka sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab dan proaktif.
Penulis : Dendi
Editor : Mr Ki
