JAMBICYBER.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil sikap tegas terhadap tuduhan ijazah palsu yang menyeret namanya. Presiden menyatakan akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum, yakni ke pengadilan, dan menolak opsi penyelesaian melalui mediasi, Kamis (11/12/2025).
Menurut Jokowi, langkah hukum ini dipilih sebagai opsi terbaik dan penting sebagai pembelajaran kita semua. Ia menekankan bahwa proses hukum diperlukan agar masyarakat tidak mudah menuduh, menghina, atau memfitnah seseorang tanpa dasar dan bukti yang jelas.
Presiden menegaskan kesediaannya untuk membuktikan keaslian dokumen pendidikannya.
“Di pengadilan nanti, jika diminta, saya bersedia menunjukkan ijazah asli saya, mulai dari ijazah SD, SMP, SMA, hingga ijazah perguruan tinggi,” ujar Jokowi.
Ia berharap proses di pengadilan dapat memberikan kejelasan, keadilan, dan memberikan efek jera terhadap pihak-pihak yang terus menyebarkan tuduhan tanpa bukti konkret.
Isu ijazah palsu ini telah bergulir dan menyeret nama beberapa pihak yang dituduh melayangkan tuduhan palsu terhadap kelengkapan dokumen pendidikan Presiden. Hingga kini, penyelidikan terkait tuduhan tersebut masih berlangsung di aparat penegak hukum.
Sejumlah laporan dan gugatan telah dilayangkan. Bahkan, beberapa pihak dilaporkan telah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan pencemaran nama baik, fitnah, atau penyebaran data palsu yang berkaitan dengan isu ijazah tersebut.
Di sisi lain, terdapat pandangan bahwa sengketa ijazah memang seharusnya diselesaikan di pengadilan. Hal ini mengingat hanya pengadilan yang memiliki wewenang sah dan transparan untuk memutuskan apakah sebuah ijazah asli atau palsu. Proses penyelidikan yang dilakukan sebelumnya pun diketahui telah melibatkan pemeriksaan dokumen, termasuk ijazah dan legalisirnya, serta bukti pendukung lain seperti skripsi dan surat-surat terkait.
Dengan tekad membawa kasus ini ke meja hijau, Jokowi ingin mengirimkan pesan kuat bahwa tuduhan tanpa bukti tidak boleh dianggap enteng. Reputasi seseorang terutama tokoh publik harus dilindungi. Ia berharap kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak: bahwa menuduh dan memfitnah membutuhkan bukti konkret, bukan sekadar isu yang disebarkan.






