JAMBICYBER.ID, MERANGIN – Dugaan kasus korupsi senilai Rp1,8 miliar di lingkungan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merangin, yang terkait dengan pengelolaan Uang Persediaan (UP) tahun anggaran 2024, kembali menjadi sorotan publik. Kasus ini menyeret nama Herman Efendi, mantan Ketua DPRD periode 2019-2024 yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPRD Merangin dari Partai Golkar, Minggu (7/12/2025).
Kelompok mahasiswa Jambi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera mengambil alih dan mengusut tuntas kasus ini, setelah penanganan oleh kepolisian setempat dinilai berjalan lambat.
Ketua Bidang Ekonomi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jambi, Wardana, secara tegas menyatakan bahwa pihaknya akan segera melayangkan laporan resmi ke KPK dan Kejagung, dimulai dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Jambi.
“Kami menilai ada indikasi kuat penyalahgunaan dana Uang Persediaan (UP) tahun 2024 sebesar Rp1,8 miliar. Kasus ini harus diselidiki secara transparan, profesional, dan cepat karena sudah berlarut-larut,” ujar Wardana.
Dugaan keterlibatan Herman Efendi mencuat dan diperkuat oleh temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jambi. LHP tersebut secara jelas menemukan adanya penyimpangan signifikan dalam pengelolaan UP di Sekretariat DPRD Merangin.
Berdasarkan keterangan sejumlah pejabat dan pegawai di Sekretariat DPRD Merangin yang terungkap dalam laporan, dana UP tersebut diduga kuat diterima dan digunakan oleh Herman Efendi. Pejabat terkait, termasuk PLT Sekwan RZ, Bendahara Pengeluaran DA, PPTK RF dan AE, serta pegawai KA, menyebut dana tersebut diduga dipakai untuk pinjaman pribadi Herman Efendi dan menutupi biaya kegiatan internal Sekretariat DPRD yang tidak memiliki dasar pertanggungjawaban jelas.
Lebih lanjut, YS, bendahara pengeluaran pada periode tersebut, mengakui adanya ketidaksesuaian antara bukti pertanggungjawaban keuangan (SPJ) dengan pengeluaran riil di lapangan. Disebutkan pula, beberapa dokumen SPJ dibuat untuk menutupi pemindahbukuan dana UP pada awal tahun dengan sepengetahuan PLT Sekwan.
BPK dalam laporannya menyoroti lemahnya pengendalian internal sebagai faktor utama yang memungkinkan terjadinya penyimpangan ini. Beberapa poin krusial yang disorot seperti PLT Sekwan selaku Pengguna Anggaran (PA) dinilai tidak mengawasi pelaksanaan belanja barang dan jasa sesuai kondisi riil, PPTK tidak mempertanggungjawabkan pengeluaran sesuai kenyataan, dan bendahara pengeluaran tidak menjalankan fungsinya secara optimal.
“Permasalahan ini tidak hanya menunjukkan kelalaian administratif, tetapi juga potensi tindak pidana korupsi,” tegas BPK dalam laporannya, menggarisbawahi urgensi penanganan hukum.
Meskipun kasus ini telah mencuat sejak 2024 dan sempat ditangani oleh Polres Merangin, publik menilai proses hukum tidak mengalami kemajuan berarti. Laporan terbaru BPK tahun 2025 menjadi momentum bagi masyarakat untuk mendesak aparat penegak hukum.
“Kami mendesak aparat penegak hukum segera menindaklanjuti temuan BPK. Jangan ada pembiaran terhadap kasus yang sudah terang dan jelas ini,” tutup Wardana.
Ia menambahkan, HMI Jambi berencana menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Kejati Jambi dalam waktu dekat sebagai bentuk desakan moral.
Kasus ini menjadi ujian bagi transparansi dan akuntabilitas pejabat daerah di Merangin. Masyarakat menuntut agar penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu, mengingat kasus ini melibatkan pejabat publik penting di daerah tersebut.



